Sejarah Di Balik Lomba 17an

Sejarah Di Balik Lomba 17an - Hallo sahabat BIO & SEJARAH UPDATE, Pada kesempatan kali ini mimin akan membahas sebuah artikel mengenai Sejarah Di Balik Lomba 17an, kami telah mempersiapkan semuanya dengan baik untuk kamu baca dan semoga bisa mengambil informasi didalamnya. Mudah-mudahan setelah membaca isi postingan tentang sejarah yang kami tulis ini dapat anda pahami dengan baik. Selamat membaca ya.



Judul : Sejarah Di Balik Lomba 17an
link : Sejarah Di Balik Lomba 17an

Baca juga


Sejarah Di Balik Lomba 17an


1. Lomba Pnjat pohong pinang


                        Sejarah Di Balik Lomba 17an   1. Lomba Pnjat pohong pinang                            Pohon pinang didirikan di lapangan. Pohon pinang dipilih karena batangnya tinggi,  licin dan tidak bercabang. Batang pohong pinang dilumuri pelumas supaya licin. Di atasnya dipasang lingkaran dari bambu dan berbagai hadiah digantungkan di situ. Dan dipuncaknya, selalu dipasang bendera Merah Putih.  Satu kelompok panjat pinang terdiri dari 5 sampai tujuh orang. Beberapa dipilih yang berbadan besar dan kekar, berperan sebagai fondasi di bagian bawah. Untuk di bagian puncak dipilih orang yang berbadan kecil dan lincah memanjat. Semua kelompok bergantian memanjat dan memperebutkan hadiah. Mula-mula satu orang berdiri di depan pohon pinang, orang kedua berdiri di pundaknya, kemudian orang  ketiga berdiri di pundak orang kedua dan seterusnya sehingga tingginya hampir mendekati puncak pohon pinang. Orang yang ada di puncak berusaha meraih hadiah yang tergantung. Hadiah yang berhasil dijatuhkan menjadi hak kelompok itu.  Memanjat dan berdiri di atas pundak orang lain, sambil menahan beban orang lain di  atas tubuhnya hingga 4 sampai 5 orang, dan berusaha mengambil hadiah yang sulit  diraih, bukan hal yang mudah. Apalagi tubuh mereka juga mau tidak mau terkena  pelumas sehingga menjadi licin. Usaha mereka untuk mencapai puncak

Pohon pinang didirikan di lapangan. Pohon pinang dipilih karena batangnya tinggi,  licin dan tidak bercabang. Batang pohong pinang dilumuri pelumas supaya licin. Di atasnya dipasang lingkaran dari bambu dan berbagai hadiah digantungkan di situ. Dan dipuncaknya, selalu dipasang bendera Merah Putih.

Satu kelompok panjat pinang terdiri dari 5 sampai tujuh orang. Beberapa dipilih yang berbadan besar dan kekar, berperan sebagai fondasi di bagian bawah. Untuk di bagian puncak dipilih orang yang berbadan kecil dan lincah memanjat. Semua kelompok bergantian memanjat dan memperebutkan hadiah. Mula-mula satu orang berdiri di depan pohon pinang, orang kedua berdiri di pundaknya, kemudian orang  ketiga berdiri di pundak orang kedua dan seterusnya sehingga tingginya hampir mendekati puncak pohon pinang. Orang yang ada di puncak berusaha meraih hadiah yang tergantung. Hadiah yang berhasil dijatuhkan menjadi hak kelompok itu.

Memanjat dan berdiri di atas pundak orang lain, sambil menahan beban orang lain di  atas tubuhnya hingga 4 sampai 5 orang, dan berusaha mengambil hadiah yang sulit  diraih, bukan hal yang mudah. Apalagi tubuh mereka juga mau tidak mau terkena  pelumas sehingga menjadi licin. Usaha mereka untuk mencapai puncak sering menjadi  lucu dan seru sehingga orang suka menonton.

Banyak juga orang yang tidak setuju dengan diadakannya lomba ini, karena dianggap  tidak manusiawi dan cukup berbahaya. Kaki-kaki peserta yang terkena pelumas akan ditempeli pasir dan kotoran lain sehingga sering menimbulkan lecet-lecet pada  pundak orang yang di bawahnya. Risiko terpleset, kesleo dan terjatuh juga sering  terjadi. Namun kebanyakan orang menyukainya karena lomba ini menunjukkan kemauan  bekerja keras yang dibutuhkan kerja sama yang kompak untuk berhasil mendapatkan hadiah.

Lomba panjat pinang berasal dari jaman penjajahan Belanda dan merupakan hiburan  bagi orang orang Belanda pada acara-acara besar, dan orang-orang pribumi yang  menjadi pesertanya. Orang orang Belanda tertawa melihat bagaimana orang-orang pribumi bersusah payah memperebutkan hadiah berupa gula, makanan dan pakaian yang mereka anggap mewah. Mungkin karena itulah lomba ini selalu diadakan pada peringatan kemerdekaan, sebagai lambang kebebasan bangsa kita dari kekuasaan bangsa lain.

Bisa dibayangkan kondisi pada masa penjajahan, sementara warga negara Indonesia  bersusah payah dengan berlumuran keringat, para Penjajah Belanda dan keluarganya  tertawa terbahak bahak melihat penderitaan Bangsa Indonesia. Dan mungkin saat ini, ketika perayaan 17 Agustus, mereka masih tertawa terbahak bahak, menyaksikan bahwa budaya yang mereka buat dengan tujuan melecehkan Bangsa Indonesia, ternyata justru di lestarikan.

2. Lomba Makan Kerupuk


                 Sejarah Di Balik Lomba 17an   1. Lomba Pnjat pohong pinang                            Pohon pinang didirikan di lapangan. Pohon pinang dipilih karena batangnya tinggi,  licin dan tidak bercabang. Batang pohong pinang dilumuri pelumas supaya licin. Di atasnya dipasang lingkaran dari bambu dan berbagai hadiah digantungkan di situ. Dan dipuncaknya, selalu dipasang bendera Merah Putih.  Satu kelompok panjat pinang terdiri dari 5 sampai tujuh orang. Beberapa dipilih yang berbadan besar dan kekar, berperan sebagai fondasi di bagian bawah. Untuk di bagian puncak dipilih orang yang berbadan kecil dan lincah memanjat. Semua kelompok bergantian memanjat dan memperebutkan hadiah. Mula-mula satu orang berdiri di depan pohon pinang, orang kedua berdiri di pundaknya, kemudian orang  ketiga berdiri di pundak orang kedua dan seterusnya sehingga tingginya hampir mendekati puncak pohon pinang. Orang yang ada di puncak berusaha meraih hadiah yang tergantung. Hadiah yang berhasil dijatuhkan menjadi hak kelompok itu.  Memanjat dan berdiri di atas pundak orang lain, sambil menahan beban orang lain di  atas tubuhnya hingga 4 sampai 5 orang, dan berusaha mengambil hadiah yang sulit  diraih, bukan hal yang mudah. Apalagi tubuh mereka juga mau tidak mau terkena  pelumas sehingga menjadi licin. Usaha mereka untuk mencapai puncak

Sejarah lomba makan kerupuk sendiri dahulu masyarakat saat penjajahan didera  kesulitan sandang, pangan dan papan. Untuk makan yang paling sederhana sekalipun dibayangi kesulitan, akibat hasil panen pangan utama diambil kaum penjajah. Rakyat kesulitan pangan mengalami penderitaan kekurangan gizi dan badan menjadi kurus kering, sedangkan akibat terparah adalah perut membuncit meski kelaparan (busung lapar). Oleh karena itu, kesulitan mendapatkan pangan diperparah dengan kondisi  fisik yang lemah untuk mendapatkan makanan. Disini kita berusaha untuk tidak pernah  lupa pada sejarah masa-masa kelam dan berusaha untuk lebih baik dalam membangun negeri ini, mengisi kemerdekaan. Maka dari itu diadakan lomba makan kerupuk.

3. Lomba Balap Karung


                       Sejarah Di Balik Lomba 17an   1. Lomba Pnjat pohong pinang                            Pohon pinang didirikan di lapangan. Pohon pinang dipilih karena batangnya tinggi,  licin dan tidak bercabang. Batang pohong pinang dilumuri pelumas supaya licin. Di atasnya dipasang lingkaran dari bambu dan berbagai hadiah digantungkan di situ. Dan dipuncaknya, selalu dipasang bendera Merah Putih.  Satu kelompok panjat pinang terdiri dari 5 sampai tujuh orang. Beberapa dipilih yang berbadan besar dan kekar, berperan sebagai fondasi di bagian bawah. Untuk di bagian puncak dipilih orang yang berbadan kecil dan lincah memanjat. Semua kelompok bergantian memanjat dan memperebutkan hadiah. Mula-mula satu orang berdiri di depan pohon pinang, orang kedua berdiri di pundaknya, kemudian orang  ketiga berdiri di pundak orang kedua dan seterusnya sehingga tingginya hampir mendekati puncak pohon pinang. Orang yang ada di puncak berusaha meraih hadiah yang tergantung. Hadiah yang berhasil dijatuhkan menjadi hak kelompok itu.  Memanjat dan berdiri di atas pundak orang lain, sambil menahan beban orang lain di  atas tubuhnya hingga 4 sampai 5 orang, dan berusaha mengambil hadiah yang sulit  diraih, bukan hal yang mudah. Apalagi tubuh mereka juga mau tidak mau terkena  pelumas sehingga menjadi licin. Usaha mereka untuk mencapai puncak

Saat penjajahan, sebagian besar rakyat mengalami penderitaan sangat berat. Bahan  pakaian diambil kaum penjajah, yang tertinggal adalah plastik, karet, dan karung.  Mau tidak mau, rakyat hanya mengenakan pakaian berasal dari karung goni. Kain yang  berserat kasar tersebut menimbulkan gatal-gatal di kulit sehingga saat tibanya  kemerdekaan disambut rakyat dapat berpakaian layak kembali. Sebagai bentuk  pelampiasan kekesalan terhadap penggunaan kain berbahan karung, maka rakyat menginjak-injak karung. Namun makna lain dari balap karung adalah, betapa sulitnya  berlari ketika kedua kaki terkungkung. Sejauh apapun “melompat” tetap akan  mengalami kesulitan akibat dihalang-halangi. Nah,diadakannya lomba balap karung  untuk mengingat zaman penjajahan dulu.


Demikianlah Artikel Sejarah Di Balik Lomba 17an

Sekianlah artikel dari kami kali ini tentang Sejarah Di Balik Lomba 17an kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk kita semua. Baiklah, sampai jumpa di postingan artikel berikutnya ya!


Anda sekarang membaca artikel Sejarah Di Balik Lomba 17an dengan alamat link https://inibio.blogspot.com/2016/08/sejarah-di-balik-lomba-17an.html

Tidak ada komentar untuk "Sejarah Di Balik Lomba 17an"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel